Berdasarkan pengalaman Syaikh (Syaikh Ibnu Baz) yang sudah
lama berkecimpung di medan dakwah, cara apa yang terbaik untuk
berdakwah?
Jawaban:
Majalah Al-Buhuts, edisi 40, hal. 145-146. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.
Jawaban:
Caranya, sebagaimana telah dijelaskan Allah di dalam KitabNya, sudah
sangat jelas, juga telah diisyaratkan oleh sunnah Nabi-Nya. Allah
berfirman,
Dalam ayat lain disebutkan,
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (Ali Imran: 159).
Dalam kisah Musa dan Harun, tatkala Allah memerintahkan mereka untuk menemui Fir'aun, Allah berfirman,
"Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut." (Thaha: 44)
Jadi, seorang dai yang mengajak manusia ke jalan Allah hendaknya menggunakan cara yang baik dan bijaksana, yaitu mengetahui apa yang telah difirmankan Allah dan telah disebutkan dalam hadits-hadits Nawabi yang mulia, kemudian menggunakan nasehat yang baik, perkataan yang baik nan menyentuh hati serta mengingatkan kepada kehidupan akhirat, kemudian surga dan neraka, sehingga hati manusia bisa menerimanya dan memperhatikan apa yang diucapkan oleh sang dai.
Demikian juga, jika ada keraguan yang telah meliputi orang yang diserunya, hendaknya mengatasi hal tersebut dengan cara yang lebih baik dan menghi-langkannya dengan lembut, bukan dengan cara yang kasar, tapi dengan cara yang lebih baik, yaitu dengan membongkar keraguan lalu mengikisnya dengan dalil-dalil. Dalam hal ini hendaknya sang dai tidak bosan, tidak patah semangat dan tidak marah, sebab bisa memalingkan orang yang didakwahinya, namun hen-daknya menempuh cara yang sesuai, penjelasan yang seirama dan dalil-dalil yang tepat, di samping itu perlu juga untuk tabah menghadapi kemungkinan munculnya emosi orang yang didakwahi, dengan begitu, mudah-mudahan ia dapat menerima nase-hatnya dengan tenang dan lembut, dan dengan begitu, mudah-mudahan Allah memudahkan ia menerimanya.
Rujukan:
اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ ُهْتَدِيْنَ
"Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih
baik." (An-Nahl: 125).Dalam ayat lain disebutkan,
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (Ali Imran: 159).
Dalam kisah Musa dan Harun, tatkala Allah memerintahkan mereka untuk menemui Fir'aun, Allah berfirman,
"Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut." (Thaha: 44)
Jadi, seorang dai yang mengajak manusia ke jalan Allah hendaknya menggunakan cara yang baik dan bijaksana, yaitu mengetahui apa yang telah difirmankan Allah dan telah disebutkan dalam hadits-hadits Nawabi yang mulia, kemudian menggunakan nasehat yang baik, perkataan yang baik nan menyentuh hati serta mengingatkan kepada kehidupan akhirat, kemudian surga dan neraka, sehingga hati manusia bisa menerimanya dan memperhatikan apa yang diucapkan oleh sang dai.
Demikian juga, jika ada keraguan yang telah meliputi orang yang diserunya, hendaknya mengatasi hal tersebut dengan cara yang lebih baik dan menghi-langkannya dengan lembut, bukan dengan cara yang kasar, tapi dengan cara yang lebih baik, yaitu dengan membongkar keraguan lalu mengikisnya dengan dalil-dalil. Dalam hal ini hendaknya sang dai tidak bosan, tidak patah semangat dan tidak marah, sebab bisa memalingkan orang yang didakwahinya, namun hen-daknya menempuh cara yang sesuai, penjelasan yang seirama dan dalil-dalil yang tepat, di samping itu perlu juga untuk tabah menghadapi kemungkinan munculnya emosi orang yang didakwahi, dengan begitu, mudah-mudahan ia dapat menerima nase-hatnya dengan tenang dan lembut, dan dengan begitu, mudah-mudahan Allah memudahkan ia menerimanya.
Majalah Al-Buhuts, edisi 40, hal. 145-146. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.